Entri Populer

Kamis, 17 Maret 2011

Endang Gombal: “Hal Terpenting Dalam Berkarya Adalah Memberi Manfaat”




Ia adalah seorang ibu yang hidup sederhana dengan dua anak dan suami yang mengabdi sebagai masinis. Dalam perjalan karirnya sebagai pelukis kain, tidak banyak yang mengakuinya sebagai seorang pelukis. Namun keyakinannya semakin kuat dalam menunjukkan komitmen sebagai seorang seniman yang bukan hanya berkarya untuk kebanggaan diri sendiri, tetapi juga bermanfa’at buat orang lain. Berikut profil FR.Endang W, seorang pelukis kain perca yang sudah 20 tahun lebih berkarya.

Bisakah anda menceritakan tentang latar belakang berkesenian Anda?
Resminya, saya mulai melukis dengan menggunakan kain sejak tahun 1982. Bermula dari rasa peduli saya atas limbah yang perlu direuse dan recycle, salah satunya adalah kain perca yang sangat banyak hingga tak terhitung jumlahnya.  Entah kenapa, tapi saya merasa pasti ada yang bisa dilakukan dengan kain-kain buangan tersebut. Untunglah tante saya yang seorang penjahit bisa membaca rasa ingin tahu saya yang mulai membandel, maka mulai saat itu - kira-kira waktu usia saya 17 tahun – saya diijinkan memungut kain-kain sisa jahitan tante yang lalu saya bentuk sebagai hiasan benda-benda fungsional seperti sprei, taplak meja,sarung bantal sampai hiasan dinding. Namun tetap saja ada yang kurang di hati kecil saya. Hasrat menggambar saya sejak kecil tiba-tiba semakin kuat setelah saya menemukan metode baru untuk mengolah kain perca. Sejak itulah saya total menjadi pelukis kain perca. 

Siapakah yang paling berperan dalam mendukung karier berkesenian anda?
Yang pertama adalah ibu saya. Beliau adalah ibu rumah tangga biasa yang mengabdi pada keluarganya. Namun darinya saya mendapat pelajaran tentang ketekunan dan keyakinan untuk berbuat sesuatu. Selain ibu saya, tante saya yang penjahit juga sangat menginspirasi. Suami saya yang dengan sabar memahami saya yang berbeda profesi, beliau adalah seorang masinis kereta api yang biasa hidup teratur dan sesuai jadwal..sangat berbeda dengan saya, tapi sangat menghargai profesi saya. Nggak gampang lho mbak jadi pendamping seorang seniman..!

Alasan apa yang memotivasi Anda untuk tetap bertahan pada jalur kesenian yang sampai saat ini Anda geluti?
Wah-wah kalau ditanya begini saya jadi bingung jawabnya, sebab alasannya nggak bisa diukur dengan materi. Ada kepuasan tersendiri yang saya setelah melihat hasil akhir karya saya, sekaligus kelegaan karena telah berhasil memanfaatkan limbah-limbah kain yang seringkali dibuang percuma. Kalau sudah begitu, saya merasa hidup saya tidak sia-sia, karena saya telah berhasil berkarya..walaupun tidak semua orang mengakuinya, tidak jadi masalah buat saya. 

 Ceritakan sedikit tentang masa kecil Anda?
Sejak kecil saya seringkali berbuat bandel.  Seperti saat saya ditegur guru kesenian saya gara-gara kabur saat jam pelajaran! Mungkin kena hukum karma ya..sekarang saya jadi seniman deh..haha..!

Sebutkan seniman yang menginspirasi karya-karya Anda?
Ada banyak nama, tapi saya cenderung berkiblat pada karya-karya seniman lukis realis. Kalau pelukis kain, ada satu nama pelukis dari Filipina; Pacita Abad.

Bagi sebagian kalangan, terutama pelukis-pelukis kita yang memanfaatkan kanvas dan cat untuk melukis, karya Anda tidak layak dianggap sebagai lukisan, bagaimana pendapat Anda?
Saya cukup memaklumi apa yang mereka katakan, justru berbagai kritikan tersebut semakin memacu saya untuk berkarya. Jika mereka mengerti tentang proses kreatif saya dalam berkarya, mungkin akan sedikit memahami bahwa pembatik juga pelukis, pengerajin kain juga seniman, begitu pula penjahit. Saya mengagumi tiap-tiap detail serat kain, warnanya, tetapi saya juga mengagumi segala unsur keindahan yang tampak di dunia, baik itu alam maupun manusia dengan segala kunikannya. 

Seniman seringsekali dianggap sebagai pribadi yang egois, karena hanya suka bermain dengan perspektifnya sendiri, ada tanggapan mengenai hal itu?
Ya, saya seringkali menjumpai rekan-rekan yang sayangnya tidak mampu mentransformasikan makna dari karyanya, disini yang terpenting adalah niat awal dalam berkarya, jika niatnya baik dan untuk memberi manfa’at pasti akan berbuah baik juga. 

Untuk menjadi seorang pelukis kain profesional, pasti dibutuhkan banyak pengorbanan, pengorbanan apa sajakah yang telah Anda lakukan?
Sebagai seorang ibu dan istri, pasti gerak langkah berkesenian saya tidaklah selincah para seniman yang masih lajang maupun seniman pria, tapi seiring dengan proses, saya mulai bisa mengatur jadwal dengan seimbang, malahan tanpa keluarga saya bukanlah apa-apa..

Jika  pelukis cat dan kanvas menghabiskan waktu berhari, berminggu dan berbulan-bulan untuk menelurkan sebuah karya, bagaimana dengan Anda?
Yang utama adalah harus dilakukan adalah membangun konsep yang terangkum dari inspirasi yang saya dapatkan dari mana saja , mulai dari pemandangan yang indah, suasana pasar yang ramai, demo lumpur Lapindo, sampai wajah putri saya. Yang kedua, karena saya pelukis kain, saya tidak bisa begitu saja membuat sketch lalu mewarnainya,tapi saya pakai kamera untuk menangkap subjek yang akan saya gambar. Tahap ketiga adalah memisahkan kain dari seratnya, lalu memilah dan meraciknya menjadi bahan lukisan. Setelah ketiga tahap tersebut dilakukan, barulah saya memulai proses eksekusi yang nantinya akan melibatkan unsur rasa hingga estetika dari proses melukis.

Alamat rumah Anda kebetulan cukup dekat dengan lumpur Lapindo, apakah Anda mengalami dampaknya?
Cukup pahit memang kalau diminta menceritakan lagi tentang hidup yang sempat terhenti karena musibah tersebut, saya sempat jatuh sakit dan harus berbaring di tempat tidur selama berbulan-bulan akibat asap dari lumpur tersebut. Terpaksa saya harus berhenti melukis barang sejenak, dan membangun kekuatan bersama keluarga untuk terus berjuang.

Saya menyesal dan turut prihatin mendengarnya, setelah masa hibernasi tersebut apa yang Anda lakukan?
Nah itu dia..ternyata dengan dukungan anak dan suami serta kerabat dan sebagian teman, setelah jatuh sakit saya malah berhasil mengadakan pameran  tunggal di Galeri Surabaya – Jl. Pemuda Surabaya- pada tahun 2008. Syukurlah banyak yang tertarik pada hasil karya saya..bahkan ada ibu-ibu berusia lanjut yang minta diajari melukis kain. 

Selain pameran tunggal pada tahun 2008, pameran apalagi yang telah Anda ikuti?
Pameran Tunggal saya di Galeri Surabaya tersebut bukan pertama kalinya, pada tahun 2000 saya juga berpameran tunggal, lalu tahun 1996 di Hotel Mirama, dan pada bulan Juni-Juli ini lukisan saya ikut serta dalam Festival Seni Jogja. Beberapa kali lukisan saya juga ikut dalam ajang pameran di luar negeri seperti Amerika, Perancis dan Belanda. 

Apakah Anda membatasi usia Anda dalam berkarya? Lalu sempat punya niatan tidak untuk berbagi ilmu bersama seniman atau bahkan masyarakat umum?
Untuk membatasi usia saya rasa tidak, saya ingin berkarya sampai mati, karena saya suka dan merasa sangat enjoy ketika bisa membagi keindahan lukisan kain pada orang lain sekaligus mengurangi limbah di bumi. 

Dalam perkembangannya, menurut Anda bagaimana perkembangan kesenian di Indonesia, khususnya seni visual/lukis?
Sangat maju dan progresif, hanya saja masih banyak yang melukis asal laku, lalu lukisannya pun tidak berusia panjang dan hanya sebagai hiasan ruangan belaka. Saya rasa pelukis-pelukis muda sekarang lebih open minded dan kreatif dalam menggali ide. Jangan cepat puas, itu saja kuncinya.

Pameran Lukis Bersama dan Tunggal FR Endang W ( Endang Gombal )

1995 - Pameran Bersama dengan Pelukis-Pelukis Indonesia dengan Tajuk tajuk WR supratman di Galeri Surabaya
1996 - Pameran Tunggal di Hotel Mirama Surabaya
1997 - Pameran Tunggal di Cafe Jendela dan Hotel Mirama, Surabaya
1998 - Pameran Bergilir di Galeri-Galeri Lukisan Kota Yogyakarta dan Jakarta
1999 - 2002 Pameran di Hotel Grand Trawas
2008 - Galeri Seni Surabaya
2009 - Pameran Bersama di Pameran Seni Yogyakarta

Oleh : Ikhda Ayuning Maharsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar